Pemanfaatan Limbah Kulit Bawang Merah Kering

Kulit bawang merah dapat digunakan untuk membuat pestisida nabati, kompos, serta pupuk organik cair vegetatif dan generatif. Berikut ini merupakan komposisi dan takaran untuk membuat tiga produk turunan tersebut. 

Pestisida Nabati 

Bahan-bahan yang digunakan dalam membuat pestisida nabati dari kulit bawang merah adalah sebagai berikut; 

  • Kulit bawang merah 
  • Serai 
  • Kunyit
  • Lengkuas 

Adapun komposisi dalam membuat pestisida nabati berbahan kulit bawang merah adalah sebagai berikut; 

  • Kulit bawang (3kg) + Serai (1kg) + Kunyit (1kg) + Lengkuas (1kg)

Untuk membuat pestisida nabati kulit bawang merah dilakukan dengan cara perendaman. Jika perlu, saat perendaman dapat ditambahkan mikroba untuk menghasilkan pestisida nabati berkualitas.

Kompos 

Limbah kulit bawang merah juga dapat digunakan untuk membuat pupuk kompos. Fungsi dari pupuk kompos berbahan kulit bawang merah adalah untuk mengatasi penyakit.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pupuk kompos kulit bawang merah adalah sebagai berikut; 

  • Kulit bawang merah 
  • Kohe mentah
  • Abu  
  • Serasah daun jati dan atau daun bambu 

Proses membuat kompos kulit bawang merah yaitu dengan cara fakultatuif anaerob dengan ditambah mikroba aktif. Adapun komposisi untuk membuat kompos kulit bawang merah adalah dengan takaran 30% dari jumlah komposisi bahan secara keseluruhan. Untuk mendapatkan hasil pupuk kompos yang bagus dapat lakukan dengan proses fermentasi selama 1 bulanan. 

POC (Pupuk Organik Cair) Vegetatif 

Pemanfaatan limbah kulit bawang merah juga dapat digunakan untuk membuat poc vegetatif. Fokus dari pembuatan POC vegetatif adalah untuk memproduksi hormon auksin serta giberalin. Adapun teknik menggunakan POC vegetatif adalah dengan cara disemprot. 

Sumber: Wawancara dengan Mas Heri, tanggal 24 Maret 2024 via videocall wa
Notulis: Mahmudi
Penyaji informasi: Suhadi

Share:

Glagah Tulak Temu 10 Dusun

cerita panjang platform ini bermula dari 2018 ada keinginan mencampurtangani tradisi di kampung sendiri. waktu berlalu, uji coba mempunyai banyak peluang dan resiko hingga tahun lalu menjajal ngajak 9 jaringan desa lain rekomendasi arekarek. selama 4 hari mereka diterbangkan ke Lombok, bertemu dengan jejaring kampung lain, seniman, dan orangorang pemerintahan.

Tindak lanjutnya perwakilan warga yang karena kebutuhan tata kelola mereka masuk grup wasap melahirkan gagasangagasan segar. Ada kesadaran secara pelanpelan melihat ulang tradisi di masingmasing konteks kampung. Obrolan daring beranjak temu kopi darat di beberapa kesempatan mengerucutkan satu pertemuan di Pelemsari, Sumber yang dituanrumahi kepdes setempat Pak Maspin. Gayung bersambut membuat platform bareng sekaligus investasi nama lembagalembaga baru di masingmasing kampung.

belajar dari pengalaman SKRM Squad, ada eksperimen dalam bidang pembentukan lembaga setelah sebelumnya relasi Hysteria dengan kampung lebih banyak didominasi dengan jaringanjaringan informal setengah liar dan impulsif.
Jadi tahun ini alihalih menaruh event sebagai ujicoba pertama, kami memilih seiring sejalan dengan menjajal pembentukan lembaga baru informal, bukan kepanitiaan dadakan yang hanya dikonsolidasi ketika membuat kegiatan saja.

Glagah Tulak disepakati sebagai nama bersama sebagai representasi inisiatif dari akar rumput untuk peristiwa kebudayaan di Rembang. Semoga akar ini tumbuh menguat di antara jejaring dusun dan pegiat kampung.

sinergi : Hysteria

kontributor : Adin

Share:

Wujud Cinta Kasih Dalam Tradisi Ngalungi Sapi

serikatpetanirembang.com - Tanjung. Tradisi Ngalungi Sapi merupakan kebiasaan selametan atau hajatan dari masyarakat Jawa yang telah ada sejak lama hingga turun temurun dari generasi ke generasi khususnya di Kabupaten Rembang Kecamatan Sulang Desa Tanjung. Ritual ini biasa dilakukan dalam setahun dua kali yakni setelah masa panen ataupun masa tanam tiba. Hari pelaksanaanya juga telah ditentukan dan diyakini secara turun temurun sebagai hari terbaik yaitu pada hari jum'at pahing ataupun selasa kliwon dalam penanggalan kalender Jawa. 

Ngalungi Sapi merupakan istilah jawa yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti mengalungkan sapi dengan sesaji berupa kupat atau ketupat dan lepet. Namun, di Tanjung prosesi kupat dan lepet yang telah diikat dengan jumlah yang tak ditentukan sesuai kehendak Pemilik sapi, hanya di usapkan dari kepala hingga ekor sapi dengan membaca doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa selama tiga kali kemudian sapi disuap lepet atau kupat untuk dimakan.
Di masa sekarang, Tradisi Ngalungi Sapi hanya dilakukan oleh beberapa warga saja khususnya di Tanjung Lor bagian barat yang masih memiliki ternak sapi atau rojokoyo dan itupun hanya dilaksanakan di rumah masing-masing. Tentu sudah ada pergeseran ritual pelaksanaannya yang sebelumnya diadakan bancaan secara bersama-sama dengan mengundang cah angon (anak muda penggembala) ataupun weweh/ater² (kirim makanan ke tetangga sekitar rumah atau saudara), "ungkap Karju.

Video dapat dibuka pada link Prosesi Ngalungi Sapi

Proses pelaksanaan ritual dimulai dengan memasak makanan kupat dan lepet yang terbungkus dari janur atau daun kelapa oleh para perempuan atau Ibu. Dan tentu dalam pandangan masyarakat Jawa, kupat lepet dan janur memiliki makna filosofis serta religius tersendiri. 

Ritual Ngalungi Sapi merupakan wujud cinta kasih manusia kepada hewan ternak yang selama ini telah dimanfaatkan untuk menggarap lahan (membajak) ataupun hanya di ternak dalam kandang sebagai rojokoyo atau rajakaya atau harta yang sangat bernilai. Selain itu juga ritual ini sebagai wujud rasa syukur Peternak atas karunia Tuhan kepada sapi peliharaan yang senantiasa sehat beranak pinak dan berkah. 
Proses ritual hanya dilakukan sepintas kepada masing-masing sapi dan diakhiri dengan pemberian makanan berupa pakan hijau, oleh Sadewo putra Karju.
Share:

Cara Sederhana Atasi Hama Kepik Dan Uret

serikatpetanirembang.com - Bagi Sedulur Tani, mungkin sudah tak asing lagi dengan hewan Uret dan Kepik. Hewan tersebut merupakan jenis hama atau predator pada tanaman. Kepik bila menyerang tanaman jeruk akan membuat buah menjadi keras dan rontok. Hama tersebut merupakan predator yang perlu diantisipasi dengan sesegera mungkin.
Salah satu Praktisi pertanian perkebunan dan peternakan Wayan Supadno menyarankan agar mecelupkan sumbu kompor dengan lisol untuk ngepel lantai, kemudian digantungkan di dahan jeruk. Maka, Kepik tidak mau lagi gigit jeruk. Perlakuan tersebut juga dapat diterapkan pada jenis hama uret yang telah memiliki sayap atau yang sudah bisa terbang. 
Namun, jika Uret masih berbentuk ulat pada tanah perlakukan dengan air garam yang pekat. 

Terimakasih, semoga bermanfaat.

Share:

Kandang Ternak Di Kaliombo Sulang Rembang

SULANG, KALIOMBO - Berikut beberapa foto dokumentasi kandang ternak yang berada di Desa Kaliombo Kecamatan Sulang Kabupaten Rembang.
lokasi kandang, berada di area ladang atau sawah milik Petani.

Cukup jauh dari lingkungan Perumahan Pemukiman warga Desa Kaliombo.
Nampak terlihat berubah pada atap, yang semula menggunakan bahan ilalang atau alang-alang ke genteng tanah.






Share:

Prosesi Sedekah Bumi "Tujak Ragi Beleq" Di Tanaq Gadang Lombok Timur

LOMBOK - Berikut dokumentasi  prosesi sedekah bumi "Tujak Ragi Beleq" di laksanakan tujuh Desa keturunan trah Tanaq Gadang Lombok Timur "Termasuk Pringgasela Selatan" (berbeda desa 1 darah) berbaur dalam jalinan persaudaraan.

Berikut video dokumentasi Prosesi Tujak Ragi Beleq





Kontributor: Nizar_Pringgasela Lombok Timur NTB



Share:

PROSESI ARAK SESAJI DALAM TRADISI SEDEKAH LAUT "LOMBAN" DESA DASUN LASEM

LASEM, DASUN - Sedekah laut atau Lomban dalam tradisi masyarakat Pesisir Pantai Utara Jawa telah lama menjadi kegiatan rutinan setap tahun. Kegiatan lomban menjadi cerminan syukur serta ungkapan masyarakat khususnya di Desa Dasun atas nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa. Alam laut yang membentang di utara Dasun, telah memberi penghidupan layak bagi masyarakat. 

Rutinitas kegiatan lomban ini dilaksanakan pada bulan Agustus. Secara gotong-royong masyarakat mempersiapkan segala prosesinya. Baik dari awal acara ritual hingga pertunjukan atau hiburan.
Sesaji yang telah disiapkan warga pada pukul sembilan pagi di arak dari rumah warga menuju Muara Sungai Dasun secara bergantian. Melihat antusias warga dari segala usia secara sukarela terlibat dengan wajah ceria atau bungah sumringah. 

Sungguh tradisi baik yang penting untuk dilestarikan mengingat, lomban adalah implementasi hubungan manusia kepada PenciptaNya, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alamnya. Jangan sampai tradisi baik ini, nantinya malah membuat kerusakan kepada alam seperti membuang sampah plastik sembarangan. Lalu, pudarnya budaya gotong royong, jagong gayeng (musyawarah) dll.

Salut, kepada seluruh segenap masyarakat Dasun yang memberikan kegiatan baik kepada kita semua dengan keterbukaan dan kearifan-kearifannya.


Share:

PROSESI LARUNG SESAJI DALAM TRADISI SEDEKAH LAUT DESA DASUN LASEM

LASEM, DASUN - Tepat pukul 09.00 WIB proses sesaji telah disiapkan oleh warga desa Dasun untuk di larungkan ke tengah laut sebagai ritual awal tradisi sedekah laut. Setelah sesaji siap, kemudian di panggul oleh empat orang yang saling bergantian untuk dibawa ke muara sungai. Sesampai di muara, dilakukan doa bersama atau bancaan yang dipimpin oleh Mbah Carito dengan di dampingi oleh Kades Sujarwo beserta warga kemudian makan bersama. Lalu, dilanjutkan pengangkutan sesaji ke kapal Jukung untuk dibawa ke tengah laut tepatnya di Pulau Gosong. 
Sesaji dibawa ke kapal Jukung yang berada dibarisan depan diikuti oleh rombongan kapal warga Dasun. Jarak muara sungai dengan Pulau Gosong sekitar 2,5-3km dengan waktu tempuh satu jam. Sesampai di Pulau Gosong, prosesi berdoa bersama atau bancaan dilakukan kembali lanjut makan bersama pula. Setelah selesai, sesaji di larung ke tengah laut dengan diapungkan oleh beberapa warga yang menjadi akhir dari ritual larung sesaji.
Menurut Nur Sa'fi warga Dasun rt03/rw01, sesaji kepala kambing beserta makanan juga kelapa muda dilarungkan ke laut agar nanti bisa diambil oleh warga lain yang berada di luar Desa Dasun sebagai wujud dari sodaqoh atau sedekah. Sedang bagian badan kambing dimanfaatkan oleh warga Dasun sendiri untuk bancaan bersama atas rasa syukur kepada Yang Kuasa atas nikmat dan keberkahan yang dilimpahkan kepada masyarakat Dasun yang mayoritas berprofesi sebagai Nelayan (rajungan, cumi, kepiting, udang dan rebon) dan Petani (tambak garam saat kemarau dan bandeng saat musim basah).
Prosesi ini, secara turun temurun telah dilakukan dan menjadi tradisi setiap tahunnya hingga kini. Sehingga mayoritas masyarakat Dasun terlibat hingga masyarakat secara luas bahkan tamu dari luar Kabupaten Rembang.


Share:

Bunga Dari Tanaman Sawo (Zapota) Dalam Masyarakat Jawa

Morfologi Tanaman

Sawo adalah pohon buah yang memiliki umur panjang. Pohon dan buahnya dikenal dengan beberapa nama seperti sawo, sauh atau sauh manila. Pohonnya besar dan rindang, dapat tumbuh hingga ketinggian 30-40 m, memiliki cabang rendah, sawo memiliki batang yang kasar dan berwarna abu-abu kehitaman sampai coklat tua. Seluruh bagian tanaman mengandung getah berwarna putih susu yang kental. Daun tunggal terletak berseling, sering mengumpul pada ujung ranting. Daunnya bertepi rata dan sedikit berbulu, berwarna hijau tua mengkilap, bentuk bundar telur jorong sampai agak lanset 1,5x3,5-15 cm, pangkal dan ujungnya bentuk baji, bertangkai 1-3, 5 cm, tulang daun utama menonjol disisi sebelah bawah (Dalimartha, S, 2006).

Ekologi dan Penyebaran

Menurut BAPPENAS (2005), sawo adalah tanaman buah yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Meksiko dan Hindia Barat. Tanaman sawo di Indonesia telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m di atas permukaan laut, seperti di Jawa dan Madura. Manilkara zapota L. adalah pohon yang hidup di daerah tropis dan pertumbuhannya sangat cepat yang dimiliki oleh keluarga Sapotaceae (genus Manilkara) (Singh et al., 2011) dan biasanya dibudidayakan untuk diambil buahnya (Ahmed et al., 2011) . Sawo manila dapat ditemukan di seluruh wilayah tropis di seluruh dunia. Buah ini berasal dari Amerika Tengah dan Selatan, di mana populasi terbesar pohon asli masih ada di Semenanjung Yucatan Meksiko sampai ke Kosta Rika (Ganjyal et al., 2004).
Nama Bunga Sawo

Suku Jawa memiliki kosakata lebih untuk menyebut segala sesuatu. Salah satunya untuk menyebut nama nama bunga. Bunga dalam masyarakat Jawa tidak terbatas bunga mawar bunga melati. Semua tanaman memiliki nama bunganya sendiri seperti tanaman sawo.
Dalam padukata.vom Bunga atau kembang yang tumbuh pada tanaman sawo memiliki nama tersendiri, yaitu "rikuh". Jadi, bagi kawan-kawan yang belum tahu apa nama bunga dari sawo, tentu sekarang sudah mengerti.

Sumber: https://eprints.umm.ac.id/42167/3/BAB%20II.pdf


Share:

FGD Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat Bersama Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Di Desa Dadapan Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang

serikatpetanirembang.com - Agrowisata berbasis masyarakat merupakan program wisata yang memanfaatkan potensi alam dan budaya, serta dukungan masyarakat lokal dalam menjalankan program-program kegiatan wisata. Agrowisata menjadi salah satu alternatif pariwisata berkelanjutan yang bertujuan memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian.

Agrowisata merupakan kegiatan yang memadukan wisata dan edukasi yang berkaitan dengan bidang pertanian. Agrowisata memberi kesempatan bagi petani untuk mampu meningkatkan kualitas hidupnya melalui sumber daya pertanian miliknya, dan memberi gambaran secara nyata kepada wisatawan tentang pertanian dan kehidupan bertani (Utama dan Junaedi, 2019).
Pada kesempatan siang ini, Minggu 7 Mei 2023 Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang Dr. Moh. Solehatul Mustofa, M.A. dan Tim hadir di lahan Sendang Ayu, Desa Dadapan bersama Kepala Desa Zuber Ustman, S.Ag serta masyarakat KWT, Pokdarwis, Karang Taruna, Pemuda tani,  Kelompak Tani serta Gabungan kelompok tani melakukan Focus Group Discussion (FGD) guna mendapatkan data untuk dianalisis terkait potensi agrowisata, faktor pendukung serta penghambat dalam pemgembangan agrowisata di Desa Dadapan, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang.

PRINSIP-PRINSIP AGROWISATA

Ekowisata dan agrowisata pada dasarnya memiliki prinsip yang sama. Menurut Wood (2000) dalam Pitana (2002), ada beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk mengembangkan agrowisata, diantaranya sebagai berikut :

1. Menekan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

2. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian.

3. Menekan pentingnya bisnis yang bertanggungjawab yang bekerjasama dengan unsur pemerintahan dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

4. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, manajemen sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi.

5. Memberikan penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan penataan serta pengelolaan tanaman-tanaman untuk tujuan wisata di kawasankawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.

6. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan.

7. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk Negara, pebisnis dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah kawasan yang dilindungi.

8. Berusaha untuk menyakini bahwa perkembangan tidak melampaui batas-batas sosial dan lingkungan yang diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

9. Mempercayakan pemanfataan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikan dengan lingkungan alam dan budaya.
Share:

Entri yang Diunggulkan

Pasar Kramat Desa Nglojo Segera Launching

www.serikatpetanirembang.com - Pasar kramat Nglojo merupakan suatu pasar wisata tradisional yang mempunyai konsep mengangkat tema ...

Berita Pertanian

Total Pageviews

Label

Gallery Pertanian

Dokumentasi Berita