PETANI TAK KENAL KRISIS WALAU PANDEMI CORONA

serikatpetanirembang.com - "Stok beras sdh menipis, ambil cadangan di jineng dijemur dikit terus bawa ke pabrik. Petani tak kenal kata krisis walau pandemi corona mewabah saat ini. Bulan depan padi panen kembali. #DAULATPANGAN". Begitu ungkap tegas Sudirtha Petani SPI Jatiluwih Tabanan Bali dalam group WA "Agroekologi SPI".

Selanjutnya dalam percakapan WA group. Muhlasin dari SPI Lampung menyambut dengan pertanyaan, Ini jenis padi apa? Padi merah lokal Bali, jawab Sudirtha. Lalu, anggota lain dari SPI Rembang Jateng bertanya, nama padinya apa Pak? Cendana, jawab Kusnan SPI Tuban dengan penutup.


Admin SPI Rembang

Istilah bahasa:
Jineng merupakan bangunan tradisional Bali yang digunakan sebagai tempat penyimpanan padi (lumbung).
Share:

Stimulus Ekonomi ke Petani untuk Covid-19: Perluas Subsidi, Perkuat Kelembagaan Ekonomi Petani, Sediakan Lahan Untuk Menanam

JAKARTA. Pada rapat terbatas melalui video conference di Istana Bogor, Selasa (28/4), Presiden Joko Widodo meminta agar stimulus ekonomi dapat menyentuh petani. Hal ini dilakukan untuk menggenjot produksi hasil pertanian. Sehingga bahan kebutuhan pokok dan bahan pangan dapat terjaga terutama beras sebagai makanan pokok. Presiden ingin agar program stimulus ekonomi betul bisa menjangkau yang berkaitan dengan produksi beras, menjangkau para petani. Hal itu dibutuhkan oleh petani mengingat kondisi ekonomi yang sulit di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Stimulus diharapkan dapat membuat ketahanan ekonomi bagi petani.
Menanggapi hal ini, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menjelaskan, ada beberapa masalah yang dihadapi petani saat ini di tengah pandemi covid 19-adalah. Pertama anjloknya harga produksi petani, baik tanaman pangan, hortikultura, juga perkebunan.
“Kedua adalah pengangguran meningkat akibat PHK dan pekerja musiman tidak bisa ke kota dan balik ke desa karena penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar),” katanya.
“Masalah berikutnya adalah harga pangan dan hortikultura sampai di konsumen cenderung naik. Karena itu memang perlu agar pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif sesegera mungkin,” sambungnya di Medan pagi ini (29/04).
Untuk itu Henry menyampaikan, pemerintah harus memperluas subsidi pertanian yang sebelumnya hanya di sektor input hingga merata ke sektor output.
“Perluas subsidi pertanian, jangan hanya bantuan seperti pupuk yg belum tepat sasaran dan cenderung menumpuk, alihkan dan perluas ke jaminan harga pembelian yang menguntungkan bagi petani oleh pemerintah dengan mensubsidi ketika harga jual dari petani anjlok,” katanya.
“Di Tuban, Jawa Timur misalnya, Di bulan Maret dan April ini harga gabah dan beras jatuh karena musim panen raya sedangkan curah hujan tinggi sehingga kualitas beras menurun. Mirisnya beras ketan sama sekali tidak laku, ada stok ribuan ton beras ketan di Tuban di petani-petani anggota SPI. Ini semua karena permintaan pasar yang sangat turun,” papar Henry.
Henry selanjutnya menyarankan agar pemerintah melakukan penguatan kelembagaan koperasi petani untuk membeli produk petani dengan harga yang ditetapkan dan menguntungkan petani, serta menyalurkan pangan ke lembaga-lembaga pemerintah.
“Ini memotong rantai pasok distribusi bisa dilakukan dengan memaksimalkan peran Bulog, BUMN pangan dan koperasi petani untuk menampung logistik hasil panen; Koperasi Petani Indonesia (KPI) sebagai koperasinya SPI siap mengambil peran ini,” paparnya.
Henry melanjutkan, pemerintah seharusnya membantu petani mengkonversi dari tanaman komoditas ekspor ke tanaman pangan yang dibutuhkan dalam negeri.
“Pasar komoditas ekspor global sedang mengalami penurunan, jadi contohnya pemerintah bisa bantu petani seperti mengkonversi dari tanaman karet, sawit ke jagung sebagai alternatif pangan dan pakan ternak,” tuturnya. 
"SPI di sini mengapresiasi langkah pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) yang melakukan diversifikasi bahan pangan, jadi tak terbatas pada beras, seperti ubi kayu, singkong, jagung. Ini sudah sesuai dengan prinsip kedaulatan pangan, jadi misalnya masyarakat Indonesia timur yang sudah terbiasa makan sagu tidak harus dipaksakan makan beras,” tambahnya.
Henry menambahkan, langkah selanjutnya adalah agar pemerintah menampung buruh-buruh yang terkena PHK atau dampak krisis untuk kembali ke desa dan diberikan penguasaan tanah untuk memproduksi pangan melalui program reforma agraria.
“Hal ini sudah diterapkan di negara-negara-negara seperti Tiongkok, Vietnam, dan Thailand,” tambahnya.
“Ini juga sesuai dengan program Mari Menanam dari Kementan. Di sinilah peran pemerintah untuk menyediakan ketersediaan lahan untuk menanamnya melalui program reforma agraria Jokowi demi terwujudnya kedaulatan pangan,” tutupnya.
Kontak selanjutnya:
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668

Share:

Tak hanya Klaster Ketenagakerjaan, SPI Desak DPR Hentikan Semua Pembahasan Klaster di RUU Cipta Kerja Yang Ancam Petani & Rakyat Yang Bekerja di Pedesaan

JAKARTA. Presiden Joko Widodo menyatakan pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja akan ditunda. Hal ini dinyatakan Presiden Joko Widodo pada hari Jumat, 24 April 2020. Sebelumnya, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI), Puan Maharani menyatakan permintaan penundaan pembahasan RUU Cipta Kerja ke pada Badan Legislatif (Baleg) DPR-RI.
Serikat Petani Indonesia (SPI) dalam hal ini mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja. Ketua Umum SPI Henry Saragih menyampaikan, SPI dalam hal ini mendorong agar pemerintah mengambil kebijakan yang lebih tegas, yakni menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja, tidak hanya terkecuali pada klaster tertentu.
“Jadi pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja sudah tidak relevan, mengingat penundaan klaster ketenagakerjaan yang menjadi yang esensi RUU Cipta Kerja, telah ditunda pembahasannya,” kata Henry dari Medan pagi ini (26/04).
“RUU ini juga tidak sejalan dengan Nawa Cita 2014 – 2019 dan Visi Indonesia Maju 2019 – 2024 Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin, dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” lanjutnya.
Henry memaparkan, setelah tidak dibahasnya klaster ketenagakerjaan, pembahasan klaster yang tersisa justru tidak ada sangkut pautnya dengan penciptaan lapangan kerja di Indonesia.
“SPI menyatakan sikap menolak RUU Cipta Kerja yang mencakup 11 klaster pembahasan dan berimplikasi terhadap 1.244 pasal di dalam 79 UU yang ada di Indonesia, karena bertentangan dengan pelaksanaan reforma agraria, kedaulatan pangan, dan mengancam pembangunan pertanian, perdesaan, dan penegakan hak asasi petani di Indonesia. Bahkan di dalam klaster kemudahan investasi, justru membahas mengenai impor pangan. ini kan berarti semakin mempersulit kehidupan petani kita,” paparnya.
Kontraproduktif Reforma Agraria
Henry menjelaskan, esensi dari RUU Cipta Kerja di bidang pertanahan merupakan replikasi dari RUU Pertanahan yang ditunda pengesahannya pada Bulan September lalu. Oleh karena itu, SPI berpandangan isi dari RUU Cipta Kerja di bidang pertanahan memiliki masalah yang sama dengan RUU Pertanahan, yakni terdapat butir-butir pasal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan sebagaimana yang termaktub di dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).
 
“SPI dalam hal ini tetap pada berpegang pada pandangan dan sikap organisasi yang dikeluarkan pada September lalu yakni menolak isi dari RUU Pertanahan,” katanya.
Henry memaparkan, konsep bank tanah di dalam RUU Cipta Kerja bertentangan dengan amanat UUPA 1960. Implikasi dari hal tersebut antara lain adalah Bank Tanah semakin menjadikan tanah semata-mata sebagai komoditas dengan Bank Tanah sebagai instrumen utamanya untuk memperdagangkan tanah. Hal ini bertentangan dengan amanat dari UUPA 1960 dimana tanah seharusnya dimaknai dalam fungsi sosialnya, bukan hanya ekonomi.
Henry juga menyoroti mengenai Hak Pengelolaan (HPL) dalam pasal 127 ayat (2) RUU Cipta Kerja. Pasal ini berpotensi mengurangi peran negara dalam menguasai tanah.
“SPI berpandangan ketentuan mengenai HPL dalam RUU Cipta Kerja sangat bias kepentingan, yakni memfasilitasi investasi di sektor pertanahan namun abai terhadap potensi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia akibat terbitnya ketentuan tersebut,” sebutnya.
Hal selanjutnya yang disorot adalah mengenai Hak Milik atas Satuan Rumah Susun untuk Orang Asing (Sarusun). Dalam pasal 137 ayat (1) poin c, d, dan e, disebutkan bahwa warga negara asing, badan hukum asing, dan perwakilan negara asing dan lembaga internasional, dapat diberikan Hak Milik Sarusun. Hal ini bertentangan dengan ketentuan di dalam UUPA 1960 yang menyatakan orang asing yang berkedudukan di Indonesia hanya diperbolehkan memiliki hak pakai dan hak sewa.
Poin selanjutnya yang disampaikan Henry adalah keberpihakan RUU Cipta Kerja terhadap investasi dan kepentingan korporasi dapat dibaca dari pemberian hak atas tanah, baik itu Hak Pengelolaan, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, sampai dengan Hak Pakai dengan jangka waktu yang panjang yakni 90 tahun.
“Padahal apabila mengacu pada amar putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Penanaman Modal, pemberian jangka waktu 90 tahun dalam hak atas tanah merupakan inkonstitusional, karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945 dan UUPA 1960,” tegasnya.
Henry juga mempertanyakan poin dihilangkannya tanggung jawab korporasi perkebunan terhadap masyarakat yang hidup di sekitar perkebunan. RUU Cipta Kerja berimplikasi terhadap dihapuskannya pasal 58 ayat (1) Undang-Undang (UU) Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang sebelumnya memuat ketentuan kewajiban perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan.
“Ini malah akan semakin melanggengkan ketimpangan struktur kepemilikan dan penguasaan tanah, yang sampai saat ini masih dikuasai korporasi, khususnya korporasi perkebunan,” katanya.
Selanjutnya RUU ini juga berimplikasi pada dihapuskannya pasal pada UU Perkebunan No.39/2014 yang mewajibkan dicantumkannya informasi dari perusahaan perkebunan. Padahal perusahaan perkebunan diketahui merupakan salah satu aktor penyebab terjadinya konflik agraria di Indonesia, dan masalah keterbukaan informasi perusahaan terkait penerbitan izin baik itu Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, menjadi klaim untuk merampas tanah milik masyarakat.
“SPI berpandangan dengan dihapuskannya pasal tersebut justru akan menyulitkan transparansi dan evaluasi terhadap perusahaan perkebunan apabila dicurigai melanggar hak-hak masyarakat,” catatnya.
Henry melanjutkan, poin terakhir adalah mengenai penghapusan ketentuan tanah terlantar. Salah satu poin krusial dari RUU Cipta Kerja adalah diubahnya pasal 16 dalam UU No. 39/2014 tentang Perkebunan, dimana penghapusan sanksi bagi perusahaan yang tidak mengusahakan tanah dalam waktu yang sudah ditentukan oleh negara atau penghapusan ketentuan kategori tanah terlantar.
“Dihapuskannya pasal tersebut menjadi langkah mundur bagi pelaksanaan reforma agraria di Indonesia, mengingat tanah terlantar masuk sebagai sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Hal tersebut diketahui juga bertentangan dengan aturan UUPA 1960 yang menyebutkan hapusnya hak atas tanah bagi perusahaan apabila ditelantarkan dan tidak diusahakannya tanah tersebut. Hal ini dampaknya PP tanah terlantar sulit untuk dilaksanakan dan juga berimbas pada perpres reforma agraria khususnya objek reforma dari tanah terlantar,” paparnya.
Kontraproduktif Kedaulatan Pangan
Henry melanjutkan, tidak hanya mengancam jalannya reforma agraria di Indonesia, RUU Cipta Kerja juga memuat pasal-pasal yang mengancam tegaknya kedaulatan pangan di Indonesia.
“RUU Cipta Kerja akan berimplikasi pada rusaknya fondasi kedaulatan pangan di Indonesia. Ketentuan-ketentuan yang memproteksi produk petani dalam negeri, seperti dalam UU No.18/ 2012 tentang Pangan, UU No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan U No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, akan diubah agar lebih mengakomodir pasar, dalam konteks ini adalah impor pangan,” paparnya.
Selain mengubah ketentuan mengenai impor pangan di Indonesia, RUU Cipta Kerja juga menghapus pasal 63 di dalam UU Hortikultura, yang mengatur tentang penggunaan benih produksi dalam negeri . Henry menjelaskan dalam hal ini RUU Cipta Kerja justru akan semakin menyulitkan upaya pemerintah Indonesia tentang ‘1000 Desa Mandiri Benih’ yang telah ditargetkan sejak tahun 2014 lalu.
“Hal ini juga menunjukkan abainya RUU Cipta Kerja terhadap realitas petani Indonesia yang mampu memproduksi benih secara mandiri. Dengan dihapuskannya ketentuan mengenai pengutamaan benih produksi dalam negeri, hal ini dikhawatirkan akan menggerus eksistensi benih lokal di Indonesia; kedaulatan petani dalam memproduksi benih terancam,” paparnya.
Henry juga menyayangkan karena RUU ini justru melemahkan petani sebagai produsen pangan nasional. RUU Cipta Kerja hendak mengubah ketentuan di dalam UU Pangan tentang subjek atau pelaku utama produksi pertanian di Indonesia. Dalam pasal 88 UU Pangan sebelumnya disebutkan bahwa ‘petani, nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha pangan’. RUU Cipta Kerja kemudian menghapus frasa tersebut dan digantikan menjadi ‘pelaku usaha pangan’. Pemilihan frasa ini sekali lagi menunjukkan upaya RUU Cipta Kerja yang hendak ‘mematikan’ peran petani sebagai produsen pangan utama di Indonesia.
“SPI berpandangan pemerintah seharusnya memperkuat sektor pertanian dengan menjadikan petani, khususnya petani kecil/gurem, sebagai motor utama pembangunan perdesaan. Hal ini juga selaras dengan usaha pemerintah untuk menaikkan taraf hidup masyarakat perdesaan, mengingat masih tinggi jumlah penduduk miskin yang tinggal di perdesaan dan kaitannya dengan sektor pertanian sebagai pekerjaan utama masyarakat perdesaan,” paparnya.
Hal selanjutnya yang dikritisi SPI adalah tidak ada mekanisme perlindungan bagi lahan pertanian pangan. RUU Cipta Kerja berimplikasi pada UU No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, dimana bagian ketiga dalam pasal tersebut tentang syarat alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan dihapuskan.
“Hal tersebut selaras dengan esensi utama dari RUU Cipta Kerja, dimana percepatan investasi harus diutamakan walaupun harus mengorbankan aspek penting lainnya, yang dalam konteks ini adalah ketersediaan lahan pangan berkelanjutan di Indonesia,” ungkapnya.
“RUU Cipta kerja oleh karena itu merupakan ancaman terhadap keberadaan lahan pangan berkelanjutan di berbagai wilayah Indonesia,” sambungnya.
Poin terakhir yang kontraproduktif dengan kedaulatan pangan adalah isi dari RUU Cipta Kerja sangat pro terhadap kebijakan impor. Henry mengemukakan, SPI berpandangan hal ini erat kaitannya dengan ‘kekalahan’ Indonesia di WTO. Berdasarkan protes dari beberapa negara seperti Brazil, New Zealand, dan Amerika Serikat, kebijakan di sektor pertanian dan kehidupan perdesaan Indonesia mendapatkan kritik dari WTO karena dinilai terlalu protektif terhadap pasar dalam negeri.
"RUU Cipta Kerja lantas menjadi akomodasi terhadap kepentingan WTO, sehingga terjadi deregulasi kebijakan di sektor pertanian dan kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia. Ini sangat disayangkan,” tambahnya.
Kontraproduktif dengan Perkoperasian Indonesia
Selannjutnya, Henry memaparkan, SPI berpandangan RUU Cipta Kerja menyubordinasi koperasi sebagai kelembagaan ekonomi. Hal ini tampak dari diubahnya ketentuan dalam UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, dengan menambahkan ayat tentang posisi koperasi sebagai kemitraan dalam konteks rantai pasok dari kegiatan penanaman modal lainnya.
“Pasal 6 UU Perkoperasian yang lama diubah dalam RUU Cipta Kerja. Ketentuan mengenai pembentukan koperasi primer yang sebelumnya membutuhkan 20 orang dan sekurang-kurangnya 3 koperasi menjadi 3 orang dan 3 koperasi. Ketentuan ini padahal sudah dibatalkan ketika judicial review terhadap UU Perkoperasian yang telah disebutkan bahwa yang menjadi fondasi dari koperasi adalah kolektivitas, sehingga penguasaan modal di segelintir orang justru mengangkangi nilai-nilai koperasi,” paparnya
“Tidak hanya itu, pasal 22 dalam RUU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan kehadiran anggota dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT), dari yang semula harus dihadiri langsung, kini dapat dilakukan melalui sistem perwakilan,” sambungnya.
Henry melanjutkan, dalam pasal 14 ayat 1 paragraf 7 perindustrian, tertulis bahwa pemerintah pusat mengatur tentang pembinaan dan pengembangan usaha oleh pemerintah kepada pelaku usaha pasar rakyat, pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan perkulakan untuk menciptakan kepastian berusaha dan hubungan kerja sama yang seimbang antara pemasok dan pengecer.
“Namun, pemerintah tidak membuat peraturan tersebut secara khusus kepada koperasi. Pemerintah pusat harus menempatkan lembaga koperasi dalam peraturan tersebut sebagai pelaku usaha yang dapat memajukan usaha rakyat,” tambahnya.
Henry Saragih menambahkan, SPI mendorong agar pemerintah memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19 yang semakin mengkhawatirkan saat ini.
“Penanganan Covid-19 ini juga ada kaitannya dengan ancaman krisis pangan sebagaimana diingatkan oleh Jokowi merujuk pada analisis FAO, jadi materi-materi di dalam RUU Cipta Kerja itu sudah tidak relevan lagi,” tutupnya.
Kontak lebih lanjut :
Henry Saragih – Ketua Umum SPI – 0811 655 668
Sumber: https://spi.or.id/tak-hanya-klaster-ketenagakerjaan-spi-desak-dpr-hentikan-semua-pembahasan-klaster-di-ruu-cipta-kerja-yang-ancam-petani-rakyat-yang-bekerja-di-pedesaan/
Share:

MISELIUM JAMUR JANGGEL

serikatpetanirembang.com - Miselium atau miselia merupakan bagian jamur multiseluler yang dibentuk dari kumpulan beberapa Hifa. Sebagian Miselium berfungsi sebagai penyerap makanan dari Organisme lain atau sisa-sisa organisme. Miselium yang menyerap makanan disebut Miselium vegetatif. 
Miselium vegetatif pada jamur, memiliki struktur hifa yang disebut Houstorium atau houstoria. Houstorium dapat menembus sel inangnya yang biasa disebut sel akar isap. Bagian miselium juga ada yang berdiferensiasi membentuk alat reproduksi. Alat reproduksi ini disebut Miselium generatif.

Miselium pada jamur media janggel jagung biasanya muncul pada usia 4-6 hari, tergantung dari kelembapan media yang kita rawat. Proses penyiraman juga mempengaruhi dari kadar Ph media.


Berikut Video visual Miselium jamur janggel;


Admin SPI Rembang

Sumber: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Miselium

Share:

Dokumentasi Jamur Janggel

serikatpetanirembang.com - Berikut dokumentasi visual budidaya janggel Sulang Rembang oleh M Cholil.











Admin SPI Rembang

Kontak selanjutnya:
M Cholil - Petani Jamur Janggel - +62 857-1239-3891
Share:

BLEWAH; PRIMADONA LANGKA DI RAMADHAN 1441 H

serikatpetanirembang.comTanaman blewah dikenal sebagai tanaman semusim yang mudah dibudidayakan, pemeliharaannya tidak rumit dan bisa tumbuh pada berbagai jenis tanah. Blewah bisa dibudidayakan pada dataran rendah, menengah hingga dataran tinggi. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari secara penuh sepanjang hari dan tidak dapat tumbuh optimal pada lahan bawah tegakan.

Menginjak bulan Ramadhan 1441 H/2020 M, blewah menjadi favorit dalam menu buka puasa sebagai minuman penyegar. Namun keberadaan di Pasar saat ini cukup langka. 

Menurut pengamatan serikatpetanirembang.com dari kawan-kawan Petani, blewah langka di pasar karena;
1) kiriman hujan yang datang pada akhir bulan maret hingga sekarang, sehingga banyak tanaman terkena banjir. Seperti yang terjadi di daerah Rembang, Blora dan sekitarnya. Karena tanaman blewah tergolong tanaman musim kemarau, tak kuat dengan banyak air.
2) akibat serangan lalat buah, seperti yang terjadi di daerah Jombang.

Demikian, sekilas info terkait blewah yang jarang anda temui di pasaran pada musim Ramadhan kali ini. 


Admin SPI Rembang

Share:

Deklarasi PBB Tentang Hak Asasi Petani dan Masyarakat yang Bekerja di Pedesaan

serikatpetanirembang.com - United Nations on the Rights of Peasant and Other People Working in Rural Areas (UNDROP) atau Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani san Rakyat yang bekerja di Pedesaan, merupakan sebuah instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) internasional baru yang mengakui hak asasi petani dan rakyat yang bekerja di pedesaan dan telah diadopsi oleh PBB pada tanggal 17 Desember 2018.

Buka Link berikut, jika ingin mengetahui sejarah UNDROP dari SPI (Serikat Petani Indonesia) beserta dokumen UNDROP teks asli dan teks indonesia.
https://spi.or.id/isu-utama/hak-asasi-petani/deklarasi-pbb-tentang-hak-asasi-petani-dan-masyarakat-yang-bekerja-di-pedesaan/
Share:

# 17April2020 - Hingga, menabur dan memanen ide-ide transformatif untuk masa depan!

Sekarang adalah saat untuk menuntut kedaulatan pangan - # 17 April


Siaran Pers LVC | 15 April 2020
Harare : Pada tanggal 17 April 2020 - Perjuangan Hari Petani Internasional - La Via Campesina akan tetap menghidupkan ingatan # EldoradoDosCarajás di Brasil dan perjuangan berkelanjutan kami melawan impunitas Korporasi dan Negara. Krisis COVID-19 menunjukkan kepada kita bahwa sekarang adalah saat untuk menuntut reformasi struktural dari sistem pertanian pangan di tingkat global.
Negara harus memastikan akses populasi mereka ke makanan yang sehat, sesuai dengan budaya dan mencegah kekurangan. Mereka harus bertindak sekarang untuk mengakhiri semua bentuk spekulasi komoditas yang dilakukan oleh monopoli agribisnis transnasional. Dalam perjuangan melawan kelaparan ini, ada kebutuhan mendesak untuk berinvestasi di pertanian petani dan mendukung pasar petani lokal, sambil mematuhi langkah-langkah kesehatan yang diperlukan. Sekaranglah saatnya untuk menegakkan kedaulatan pangan komunitas kita dan untuk menjamin hak-hak petani dan orang lain yang bekerja di daerah pedesaan. Sekarang penting untuk mempromosikan Kebijakan Publik yang menguntungkan mayoritas penduduk, yang memprioritaskan perawatan untuk sektor-sektor yang paling rentan, seperti pekerja pedesaan, perempuan, migran dan kelas pekerja di kota-kota.
Saat menyerukan untuk memobilisasi sekitar 17 April 2020, La Via Campesina telah mendesak anggota dan sekutunya untuk tinggal di rumah tetapi tidak diam dan mengecam berbagai pembunuhan, penggusuran dan blokade ekonomi. Mereka telah meminta komunitasnya untuk menyoroti dan mengekspos kriminalisasi perjuangan petani yang berkelanjutan, dan menyoroti kondisi genting ekonomi pedesaan. Adalah penting untuk menyerukan kelalaian Amerika dan praktik fasis, patriarkal dan militernya terhadap rakyatnya - yang telah memburuk pada masa pandemi ini. Krisis ini menunjukkan sekali lagi kepada kita; kebutuhan untuk membuat perubahan besar dalam sistem kapitalis. Ini adalah sistem yang tidak dapat dipertahankan dan tidak sesuai dengan alam dan kehidupan. Sudah waktunya untuk memperkenalkan transformasi struktural dalam sistem pertanian pangan, dan tidak hanya mendorong untuk lebih banyak program bantuan. Di banyak negara, kelaparan akan meningkat.
Tugas kami sebagai La Via Campesina adalah memberi makan orang-orang, dan kami ingin terus melakukannya. Kami memahami bahwa produksi makanan sehat tidak dapat berhenti dan itu adalah garis pertahanan pertama melawan COVID-19. Namun, ini membutuhkan penyediaan kondisi hidup yang aman dan bermartabat bagi petani, selama dan setelah krisis. Seperti La Via Campesina dalam # 17April2020 - Perjuangan Petani Internasional - kami berkomitmen untuk terus bekerja secara kolektif di setiap sudut dunia, menjunjung tinggi solidaritas dan internasionalisme. Hari ini, kami mengajak masyarakat untuk memikirkan ide-ide transformatif dan progresif. Kami mendesak Anda untuk mencari jawaban untuk mengatasi keadaan darurat ini; menabur - aliansi dan solidaritas; dan untuk memanen - di saat resesi ekonomi, hak kolektif kita sebagai petani dan pekerja. Perlawanan berlanjut!

Hingga, mencari jawaban!

Kita perlu belajar dari sejarah kita. Sangat penting untuk bekerja secara kolektif seperti yang telah dilakukan selama ribuan tahun. Masyarakat sipil, orang-orang terorganisir dan Negara-negara harus bekerja bersama untuk mendukung mayoritas luas untuk keadilan dan martabat:
Kebijakan Publik - sangat penting untuk memahami dampak kebijakan publik yang luas dalam kehidupan masyarakat. Sangat penting untuk mempertahankan pendidikan, kesehatan dan hak atas kondisi kehidupan yang lebih baik untuk kelas pekerja di daerah perkotaan dan pedesaan. Kami memiliki tugas memulihkan layanan publik yang diprivatisasi. Pemerintah yang membongkar sistem publik sekarang menghadapi konsekuensi dari kesalahan besar mereka.
Kedaulatan Pangan sangat penting untuk memberi makan penduduk secara sehat dan berkelanjutan. Pasar Petani Lokal dan Pekan Raya Lokal harus segera dibuka kembali untuk memasok kota dan mencegah kelaparan. Selama krisis ini, Negara harus memastikan pengadaan makanan publik yang diproduksi oleh petani skala kecil. Kita harus mengadopsi prinsip-prinsip agroekologi dan memberi makan komunitas kita makanan bergizi dan sehat untuk meningkatkan kekebalan kita, sesuatu yang tidak dapat dilakukan supermarket dan rantai makanan cepat saji.
Negara harus menjamin dan berinvestasi dalam Perawatan Kesehatan Publik yang Berkualitas . Dalam konteks krisis COVID19, sangat penting untuk memastikan akses ke pengujian gratis dan perawatan penuh, di daerah perkotaan dan pedesaan, bebas dari diskriminasi, dengan komitmen kuat dalam mempertahankan kehidupan. Kami mencela semua upaya untuk mengambil keuntungan dari krisis ini untuk memprivatisasi layanan atau untuk menghasilkan keuntungan.
Kami mengutuk praktik-praktik pelecehan perusahaan swasta dan transnasional, PHK massal, pekerja pertanian menjadi budak, dengan jam kerja yang panjang dan tanpa keamanan, pengasapan langsung, dan pengurangan upah hingga 60%. Pemerintah harus turun tangan untuk menjamin kebijakan publik yang berpihak pada pekerja , dan membela kepentingan mayoritas. Penting untuk bertindak cepat, tegas, dan terkoordinasi. Mengambil tindakan yang benar dan mendesak dapat membuat perbedaan antara bertahan hidup dan runtuh.
Hak Asasi Manusia / Hak Petani - dalam iklim perang ini, militerisasi dan kematian, bahkan di bawah penguncian, kita harus berdiri membela Hak Asasi Manusia, Perdamaian dan kehidupan para pria dan wanita yang melindungi wilayah mereka. Hentikan kekerasan, kematian, dan impunitas di Kolombia, Brasil, Ekuador, Honduras, Palestina, Filipina, dan dunia!
Sangat penting untuk menjamin Hak-hak Petani , sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi PBB yang diadopsi pada tahun 2018. Kita perlu memastikan akses ke tanah, benih dan semua persyaratan yang diperlukan untuk memberi makan penduduk dengan aman. Dalam hal ini, meningkatkan infrastruktur pedesaan meningkatkan ketersediaan makanan. Dalam krisis ini, kita perlu meningkatkan area budidaya dan meningkatkan produktivitas melalui Reformasi Agraria Populer dan Pertanian Petani yang selaras dengan alam, menyediakan makanan sehat untuk populasi dan mendinginkan planet ini.

Tabur, aliansi dan solidaritas!

Krisis ini juga merupakan peluang untuk menyebarkan benih perubahan. Kita harus menyiapkan lahan untuk model masyarakat yang berbeda dan sistem pertanian pangan. Tugas ini menuntut terciptanya aliansi yang mungkin berkembang. Solidaritas dan internasionalisme harus menjadi nilai pendorong pembangunan kembali masyarakat kita ini:
Aliansi Pedesaan / Perkotaan - Kita harus mempromosikan aliansi yang kuat yang menghubungkan hak-hak kelas pekerja di pedesaan dan kota-kota, dan bergabung bersama melawan memburuknya kualitas hidup, hilangnya hak, PHK massal dan penggusuran.
Produsen / Konsumen - Kita harus menolak spekulasi dan komodifikasi pertanian. Sebaliknya, kita harus mempromosikan jaringan lokal kita untuk perdagangan, dengan memperkuat pasar petani lokal dan berinovasi dalam sistem lain yang didasarkan pada perdagangan yang adil, barter atau bentuk pertukaran solidaritas lainnya.
Sektor Rentan - Dengan komitmen kuat dalam mempertahankan kehidupan dan menghormati keanekaragaman, Menjunjung tinggi hak-hak populasi yang paling rentan dan sektor-sektor yang miskin, kelompok LGBTIQ, orang cacat, lansia, wanita, dan pasien yang sakit parah.
Menentang Blokade dan Gangguan: Kita harus menunjukkan solidaritas kepada negara-negara seperti Kuba, Venezuela, Palestina dan Iran, dan mengecam blokade ekonomi brutal dan campur tangan militer AS yang imperialistik, yang membahayakan kehidupan populasi besar karena kekurangan pasokan medis. Penolakan permintaan pinjaman dari Venezuela menandakan bagaimana IMF mengecewakan masyarakat dan pekerja pedesaan. Namun, Kuba memberi contoh bagi dunia solidaritas yang nyata dengan mengirimkan "Brigade Medis" ke ratusan negara, menawarkan layanan dan pengalaman mereka tanpa diskriminasi #CubaSavesLives.

Memanen, hak kolektif kita sebagai petani dan pekerja!

Di tengah penurunan ekonomi, seperti yang akan kita hadapi setelah COVID-19, sangat penting untuk memanen buah-buahan yang baik untuk kelas pekerja, petani dan sebagian besar: waktunya sekarang!
Kami menuntut Amerika:
  • memajaki perusahaan-perusahaan kaya dan para elit dan mengakhiri penghindaran pajak dan pencucian uang dengan menindak negara-negara bebas pajak
  • Non-pembayaran utang luar negeri dan investasi kembali dalam kebijakan publik untuk Kesehatan, Pendidikan, Perburuhan dan pedesaan, sebagai prioritas.
  • Tolak resep neoliberal IMF dan Bank Dunia yang telah mendominasi dunia selama 50 tahun terakhir. IMF telah secara aktif memungkinkan penipisan sumber daya alam di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, serta dalam penghancuran lembaga-lembaga demokratis di satu negara ke negara lain.
  • Menuntut hak non-eksklusif dan akses yang setara terhadap pengobatan untuk melawan COVID-19.
  • Menyatakan penghasilan dasar universal sebagai hak semua warga negara, yang setidaknya harus mencakup kebutuhan vital, memberikan dukungan nyata bagi jutaan keluarga yang menganggur, bagian dari tenaga kerja informal, bekerja dalam kondisi genting atau bekerja sendiri.
Waktunya sekarang, untuk bertani, menabur dan panen!
Globalisasi Perjuangan, Globalisasi Harapan!
Share:

Rumania: mendukung petani adalah prioritas dalam konteks Covid19 (surat terbuka)

Serangkaian langkah yang diusulkan kepada pemerintah dan Parlemen Rumania oleh organisasi produsen kecil, organisasi masyarakat sipil, dan peneliti di bidang pertanian dan pangan

Jika kita saat ini menghadapi krisis kesehatan, kenyataan di sekitar kita menunjukkan bahwa ada risiko menghadapi krisis pangan. Petani, produsen lokal kecil dan menengah, pertanian keluarga di Rumania dan di seluruh dunia terus menyediakan makanan baik di desa mereka, keluarga mereka dan di kota-kota terdekat. Rantai makanan pendek dan ekonomi lokal tidak hanya menyediakan makanan segar dan sehat, tetapi mereka adalah solusi untuk krisis ini, yang kemungkinan akan berlarut-larut. Selain itu, dukungan mereka adalah peluang pembangunan lokal jangka panjang yang penting dan jaring pengaman dalam situasi krisis potensial lainnya.
Kami menganggap sangat penting bahwa otoritas publik mempertahankan fungsi pasar petani, yang aman disesuaikan dengan pandemi. Kami membutuhkan dukungan berkelanjutan dari pihak berwenang, sehingga produsen dapat terus datang ke pasar dan menjual dalam kondisi yang higienis dan aman, baik untuk mereka sendiri maupun untuk konsumen. Pasar petani adalah alat utama untuk menjual produk dari produsen kecil secara langsung. Mereka penting karena mereka menyediakan makanan dengan harga yang pantas bagi produsen dan konsumen, termasuk orang-orang dari kelompok rentan dan orang tua dengan pensiun yang berkurang. Selain itu, banyak inisiatif pengiriman langsung antar produsen ke konsumen,
Mengingat kapasitas tak terbantahkan dari petani dan produsen kecil untuk memberi makan konsumen, tetapi juga risiko yang terkait dengan pandemi coronavirus, kebijakan publik sekarang harus fokus pada dukungan mereka serta dukungan konsumen miskin. dan lansia untuk melawan konsekuensi dari krisis. Dalam hal ini, para penandatangan surat terbuka ini mengusulkan kepada pemerintah dan pihak berwenang yang kompeten langkah-langkah konkret yang dapat dilaksanakan selama periode berikutnya.
Proposal kami disusun dalam 3 bagian:

I. Akses ke pasar dan aktivitas pertanian untuk produsen kecil:

1. Menjaga outlet langsung terbuka, terutama pasar petani lokal di kota atau desa, serta toko pertanian di seluruh Rumania, selama periode krisis Covid-19. Prioritaskan produsen kecil (bukan perantara) di pasar petani, baik publik maupun dikelola oleh administrator swasta. Kami juga menyarankan agar dana dialokasikan secara lokal dan nasional oleh walikota, dewan lokal, administrasi pasar swasta dan pemerintah - untuk kesehatan dan keselamatan produsen, termasuk peralatan pelindung (masker, sarung tangan, baju, desinfektan, dll.). Last but not least, perlu untuk mempromosikan pasar di lingkungan publik,
2. Mendukung dan mempromosikan rantai pasokan pendek (lokal), seperti inisiatif penjualan makanan di rumah individu dan kelompok:
a) dengan mengizinkan pengaturan sendiri titik distribusi tetap dan bergerak, dengan menghormati standar pencegahan terhadap penyebaran Covid-19;
b) dengan menyediakan ruang yang memadai bagi otoritas lokal dan menutupi biaya operasinya oleh pemerintah dan / atau otoritas lokal selama pembatasan terkait dengan Covid 19 dan setidaknya 3 bulan sesudahnya.
3. Dukungan dari produsen pastoral, yang secara khusus dipengaruhi oleh pembatasan yang terkait dengan Covid-19, masing-masing dari peternak kecil (domba dan kambing) dan peternak lebah dalam rangka melakukan transhumance dan kegiatan pastoralisme mereka dan akses ke pasar.
4. Mempertahankan jadwal pembayaran subsidi dalam kerangka kebijakan pertanian umum (CAP) dan membantu penerima manfaat secara offline dan online dalam proses memperoleh subsidi; dan pengurangan PPN dan pajak lainnya untuk produsen kecil dan menengah.
5. Pengaturan dan pembatasan keuntungan komersial atas bahan makanan pokok, untuk menghindari spekulasi dan memburuknya krisis pangan. Pada saat yang sama, menjamin harga yang adil bagi produsen oleh Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan dan oleh lembaga-lembaga yang diberdayakan oleh subordinasi langsung Kementerian dan setelah berkonsultasi dengan asosiasi produsen.
6. Pelaksanaan investasi publik oleh Kementerian Pertanian, dengan kontribusi di tingkat kabupaten dan pemerintah daerah, untuk pengembangan penyimpanan dan infrastruktur pemrosesan untuk produsen kecil. Investasi ini sangat penting dan memiliki peran strategis dalam jangka menengah dan panjang untuk pengembangan dan ketahanan rantai makanan nasional. Infrastruktur ini harus memungkinkan penyimpanan dan pemrosesan sayuran, buah-buahan, sereal, produk susu dan lainnya, untuk sejumlah besar produsen kecil, sehingga meningkatkan akses mereka ke pasar, serta akses ke makanan sehat, segar dan lokal. untuk konsumen.
7. Memperbarui dan meningkatkan peraturan pengadaan publik, untuk memfasilitasi pasokan ke rantai pasokan pendek untuk penggunaan institusional (rumah sakit, kantin lembaga, suaka, dll.), Dengan perluasan sistem ini ke sekolah, taman kanak-kanak, pembibitan dan lembaga publik lainnya.
8. Reintroduksi (dan pemantauan) kewajiban untuk memasok dari rantai makanan pendek ke toko makanan besar.

II Masalah pekerja pertanian:

9. Pemerintah Rumania diminta untuk memikul tanggung jawabnya atas keselamatan pekerja migran musiman yang bekerja di sektor pertanian dan pangan, dengan menjamin implementasi semua langkah pencegahan terhadap COVID-19 oleh pemerintah Rumania dan pemerintah negara-negara tuan rumah sepanjang krisis; memantau implementasi langkah-langkah pencegahan terhadap COVID-19 oleh semua lembaga negara, agen perekrutan dan perusahaan atau peternakan yang terlibat dalam perekrutan, dalam pelaksanaan kontrak kerja serta dalam transportasi dan pelaksanaan pekerjaan dari keberangkatan dari Rumania dan sampai kembali ke negara itu, termasuk aspek spesifik berikut:
a) Peraturan penerbangan charter untuk transportasi pekerja musiman sehingga semua langkah pencegahan COVID-19 diterapkan; ini menyiratkan penyediaan personil di bandara nasional untuk memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan COVID-19 dipertahankan dan dihormati oleh warga negara yang harus pergi untuk pekerjaan musiman di negara lain;
b) Kewajiban agen perekrut dan pengusaha yang mencari pekerja musiman untuk memberi informasi dan menyediakan sarana yang diperlukan bagi pekerja musiman migran terkait tindakan pencegahan COVID-19 selama proses 'pekerjaan, perjalanan dan selama periode kerja aktual dan tetap tersedia untuk pekerja di negara tuan rumah;
c) Komitmen publik dan tegas pada tingkat bilateral antara Rumania dan negara tuan rumah dari pekerja musiman bahwa langkah-langkah pencegahan COVID-19 dihormati (misalnya, kontrol di tingkat pengusaha dan di pertanian oleh otoritas yang kompeten) negara tuan rumah);
d) Pembentukan hotline di mana pekerja musiman dapat melaporkan pelanggaran tindakan pencegahan COVID-19 oleh pengusaha di negara tuan rumah.
10. Memperkuat upaya untuk memulangkan warga negara Rumania - migran musiman yang bekerja di pertanian, makanan dan layanan penting lainnya dan warga negara yang terperangkap di negara tuan rumah, yang menemukan diri mereka dalam situasi sulit atau yang telah kehilangan pekerjaan mereka dan melaporkan perlunya bantuan repatriasi.
11. Perlindungan pekerja pertanian dengan mempertahankan pekerjaan dan pendapatan yang terkait, untuk memastikan kelanjutan dari aktivitas mereka dalam situasi darurat, untuk menjamin kesehatan dan keamanan pangan semua warga negara.

III. Tingkatkan transparansi proses pengambilan keputusan dan libatkan produsen kecil dan masyarakat sipil dalam pengambilan keputusan jangka pendek:

12. Dimasukkannya asosiasi produsen kecil, masyarakat sipil, organisasi dan lembaga penelitian yang aktif di bidang pertanian dan pangan dalam dialog dan struktur kerja di tingkat Kementerian pertanian, serta otoritas kompeten lainnya di tingkat regional dan lokal, untuk keputusan yang lebih baik tentang keamanan dan keselamatan pangan dalam konteks krisis Covid-19, tetapi juga untuk pengembangan jangka panjang sektor ini. .

Sudah lebih dari sebelumnya bagi pemerintah dan Parlemen Rumania untuk memahami bahwa makanan lokal, sehat dan bergizi yang diperoleh oleh produsen kecil dan petani, serta akses masyarakat terhadap makanan dengan harga terjangkau, berarti ekonomi lokal yang kuat dan ketahanan pangan berkelanjutan.
Buka surat tertulis dan dikirim oleh:
Eco Ruralis Association - mendukung petani organik dan tradisional ( www.ecoruralis.ro )
AsociaÈ›ia Eco Ruralis - di sprijinul fermierilor ecologici È™i tradiÈ›ionali ( www.ecoruralis.ro )
FederaÅ£ia asociaÅ£iilor apicole din România - ROMAPIS ( www.romapis.ro )
AsociaÈ›ia pentru SusÈ›inerea Agriculturii ȚărăneÈ™ti - ASAT ( www.asatromania.ro )
AsociaÈ›ia FiinÈ›a Rurală - iniÈ›iativa Cutia Țăranului ( www.cutiataranului.ro )
WWF România ( www.wwf.ro )
AsociaÈ›ia Hosman Durabil ( www.moara-veche.ro )
Makanan Lambat Cluj Transilvania
Platform Penelitian Pembangunan Pedesaan ( www.rdrp.ro )
Proiectul de cooperare Just Food
FundaÈ›ia ADEPT ( www.fundatia-adept.org )

Share:

Entri yang Diunggulkan

Pasar Kramat Desa Nglojo Segera Launching

www.serikatpetanirembang.com - Pasar kramat Nglojo merupakan suatu pasar wisata tradisional yang mempunyai konsep mengangkat tema ...

Berita Pertanian

Total Pageviews

Label

Gallery Pertanian

Dokumentasi Berita