PORANG DI MASA PERANG OPINI

Oleh: Wayan Supadno

Pendek kata, lupakan visi misi swasembada pangan jika tidak bisa mewujudkan kesejahteraan petani sebagai produsen pangan (pelaku utama) nya terlebih dulu. Tiada insan yang mau jadi lilin.

Kalau kita jeli menganalisa data BPS, hampir bisa dipastikan daerah lumbung beras dan ternak sapi, disitu pulalah lumbungnya kemiskinan atau rentan miskin. Aneh tapi nyata. Inilah Indonesia yang tercinta.

Yang melatar belakangi data ini bukan karena menanam padi jagung kedelai (pajale) dan ternak sapi tidak ada labanya. Bukan. Sekali lagi bukan karena tidak ada laba. Labanya banyak. Profit marginnya tinggi.

Sebab utama skala nilai usahanya kecil. Jumlah sapinya sedikit. Rerata luas kepemilikan lahan hanya 0,3 ha/KK. Sensus Pertanian 2013 ada 14 juta KK. Padahal Indonesia menganut politik pangan murah agar inflasi tidak liar.

Luas 0,3 ha tanam pajale omsetnya hanya Rp 20 jutaan dan labanya Rp 8 jutaan/tahun/KK. Pendapatan petani hanya Rp 700.000/KK/bulan. Ini sebabnya kemiskinan turun temurun di lumbung - lumbung pangan Indonesia.

Porang, tanaman umbi - umbian yang bernilai ekonomi tinggi  tapi cara hidupnya bersahaja di hutan belantara. Beberapa tahun terakhir jadi opini hangat di publik mulai Bp Dahlan Iskan hingga Bp Jokowi ikut meramaikannya.

Simak video Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Menteri SYL kembangkan Porang dan Walet

Hasil analisa dari kompilasi data yang saya buat dari berbagai sumber termasuk dari Ahlinya di Balitbangtan Kementan. Tumbuh kembang tambah bobotnya dalam 1 siklus hidup 9 bulan sekitar 3 sd 6 kali lipatnya dari yang ditanam.

Hargapun fluktuatif antara Rp 6000/kg  -Rp 15.000/kg di pabrik. Sebab utamanya karena pasarnya dinamis dan kadar air tinggi saat masih hujan belum dorman terjadilah harga rendah. Saat kemarau kadar air rendah bulan Agustus harga pada puncaknya.

Potensi omset maksimalnya, jarak tanam 50 x 100 cm populasi 20.000/ha. Jika 10 kg/umbi, harga di pabrik Rp 8.000/kg maka setara dengan Rp 1,6 milyar/ha. Itu akan didapat jika ditanam dari biji katak/bulbil selama 5 tahun atau umbi 1 kg  selama 3 musim.

Artinya jika hanya 0,3 ha luas lahan petani masih bisa punya omset Rp 500 juta/0,3 ha. Inilah harapan baru yang saat ini jadi perbincangan publik solusi mengatasi kemiskinan pada petani dan peternak kita. 

Ramai jadi pembahasan karena dominan masih berpikir pasar ekspor. Padahal porang manfaatnya sangat besar dan sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia bagi yang peduli kesehatan. 

Karena mengandung glukomanan (polisakarida larut air) yang bersifat menyerap air (hidrokoloid). Kaya karbohidrat non gula. Itulah singkat teknisnya. 

Sangat cocok buat penderita diabetes militus (penyakit gula darah), obesitas (kegemukan) dan wanita pecinta awet muda (kulit lembab kemyal tidak kering). Tentu masih banyak lagi manfaat lainnya. Pasarnya besar.


Salam 🇮🇩
Wayan Supadno
Pak Tani

Admin SPI Rembang

Share:

Entri yang Diunggulkan

Pasar Kramat Desa Nglojo Segera Launching

www.serikatpetanirembang.com - Pasar kramat Nglojo merupakan suatu pasar wisata tradisional yang mempunyai konsep mengangkat tema ...

Berita Pertanian

Total Pageviews

Label

Gallery Pertanian

Dokumentasi Berita